-->

Sunday, July 9, 2017

Kekalahan Persib atas Mitra Kukar 2-1 pada Sabtu (15/7) menjadi pukulan telak bagi pelatih, manajemen hingga Bobotoh Persib. Sebelumnya Kubu Persib melalui pelatih Djadjang Nurjaman berharap pangeran biru bisa melanjutkan tren positif, meski demikian mereka tetap waspada karena Mitra Kukar dikenal produktif dan ganas di kandang. Lini belakang Persib saat ini sedikit bermasalah dengan dipastikan absennya Vladimir Vujovic. Situasi tersebut berbahaya mengingat Mitra Kukar bisa menurunkan striker andalan. Persib tidak hanya kalah, namun banyak yang menyayangkan miskinnya strategi dari Sang Pelatih, Djanur. Pertandingan berjalan seru. Meski Persib berstatus sebagai tim tamu, mereka bisa menguasai lapangan namun berbicara soal serangan, Mitra Kukar lebih mematikan hingga layak meraih kemenangan.Banjir kritik kembali mengalir deras di media sosial. Tak sedikit juga yang mencemohooh gaya permainan Persib yang monoton dan sudah terbaca lawan. Dari pada mencemooh dengan bahasa yang tak pantas, saya pun mencoba menganalisis mengapa permainan Persib bisa begini.


Selama Djanur melatih, Ia selalu memainkan formasi 4-2-3-1. Memasang 4 bek, 2 gelandang jankar, 1 Playmaker, 2 sayap dan 1 striker. Pola ini berhasil saat Persib mengarungi musim kompetisi 2013/2014. Dimana semua pemain memainkan perannya di posisi masing-masing.

4 bek Supardi Natsir, Vlado, Jupe dan Toncip berhasil menjadi tembok yang kokoh bagi pertahanan persib. Di tambah 2 gelandang jangkar Hariono dan Firman Utina yang selalu bermain box to box. Dan kunci vital permainan Persib saat itu adalah adanya Makan Konate yang mampu mengatur alur serangan.

Selepas Juara ISL 2014, Djanur selalu memainkan formasi ini sebagai formasi andalan yang seakan tak tergantikan. Setelah 10 pertandingan di Liga 1 Indonesia, permainan Persib mandek dan tak berkembang memainkan formasi ini.

Dalam 4-2-3-1, jika kesebelasan tidak memiliki pemain kreatif, permainan sering mengalami kebuntuan dan jalan keluarnya hanya mengoper ke samping dan ke belakang, jika ada celah dalam pertahan lawan baru lah mengoper ke depan.

Padahal tidak semua operan ke depan akan menghasilkan peluang. Contoh terbaik (atau terburuk, tergantung dari perspektif mana Anda melihatnya) adalah permainan Manchester United yang musim ini sangat membosankan meskipun mereka rata-rata menguasai pertandingan (55%, tertinggi di liga) dan akurat dalam mengoper (84%, tertinggi kedua di liga).

Seringnya yang kita saksikan musim ini adalah kasus ketika kesebelasan dengan 4-2-3-1 yang possession-nya di atas 60% tapi jarang mencetak tembakan ke arah gawang (shot on target). Rata-ratanya dari kesebelasan tipikal ini adalah hanya mencetak dua shot on target per pertandingan. Ini tentunya sangat tidak menghibur, secara umum.

Pola 4-2-3-1 dinilai merupakan sistem paling aman, sangat cocok untuk pelatih baru atau di awal musim ketika banyak pemain yang baru didatangkan. Sehingga jika ingin “main aman”, kebanyakan manajer akan menerapkan 4-2-3-1.



Jika saya menjadi Djanur, saya akan mengunakan formasi 3-5-2 yang sangat efektif dimainkan Juventus musim ini. 3 bek tangguh Supardi, Jupe dan Vlado. 5 pemain tengah sangat cukup bagi Persib mengatur daya dobrak karena menumpuknya pemain tengah di persib. Febri di sayap kanan, Atep di sayap kanan. Esien, Hariono, Maitimo/Kim mengisi zona box to box yang mengatur alur bertahan dan menyerang. Sementara striker menampatkan duet Cole dan Sergio.

Demikian saran bobotoh yang tak mau mengkritik tanpa solusi.

Tetap semangat, Persib Bandung